Ekspedisi Sungai Nil

Sungai Nil memang selalu menarik untuk diangkat entah dalam sebuah tulisan atau sebuah film. Sudah banyak sekali ditemukan catatan-catatan yang mengangkat tema Sungai Nil. Hanya dengan mengetik “nil” di komputer, mesin pencari Google akan memberikan banyak sekali referensi mengenai sungai yang menghidupi seluruh rakyat Mesir dan kawasan Afrika di sekitarnya itu.
Sampai di perkampungan Nubian, kami disambut oleh penduduk desa dengan sangat ramah.

Kali ini perjalanan wisataku sampai di sebuah kota yang sangat dekat dengan negara Sudan yang bernama Aswan. Aswan terkenal dengan bendungan air yang menjadi pusat penghasil listrik yang memasok seluruh wilayah di Mesir bernama Saddul ‘Ali yang dibangun oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat. Aswan juga terkenal dengan pelopor wisata yang bernama Abu Simbel yakni empat patung besar Fir’aun Ramsis II yang diukir di sebuah gunung batu dan dulunya berada di tengah-tengah Sungai Nil.

Jam 3 sore menjadi waktu yang tepat untuk menikmati keindahan Sungai Nil yang masih murni. Ekspedisi kali ini tidak hanya melihat sunset tetapi mengarungi panjangnya Sungai Nil menuju ke sebuah desa terpencil yang disebut sebagai Pulau Nubian. Golongan Nubian memiliki tempat istimewa dan mendapatkan perlakuan yang istimewa dari pemerintah Mesir.

Untuk bisa mencapai Pulau Nubian, kami harus menaiki perahu dari pusat kota Aswan dan perjalanan ke sana harus mampu melawan arus derasnya Sungai Nil. Sungai Nil di Aswan menjadi satu-satunya aliran sungai yang masih dipenuhi oleh bebatuan. Berbeda dengan di Luxor dan Kairo yang sudah terlihat luas karena tidak adanya batu ditengah sungai. Bahkan, banyak sekali restoran dan hotel yang berdiri di gundukan tanah yang berada di tengah sungai. Pemandangan Indah akan semakin terlihat pada malam hari.

Perjalanan sekitar satu jam menuju Pulau Nubian menemukan kami dengan penduduk yang ternyata sangat berbeda dengan penduduk di Kairo dan beberapa kota di Mesir. Umumnya orang Mesir berkulit putih, tetapi semua penduduk Nubian berkulit hitam layaknya orang Afrika.

Penduduk Nubian memiliki bahasa sendiri yang sangat berbeda dengan bahasa Arab. Salah satu contoh bahasa mereka yang masih aku rekam adalah sebagai berikut :

Ekinaira: Siapa namamu?

Aigi… : Namaku …

Er raigrey: Gimana kabarnya?

Ai raigerry: Aku baik-baik saja

Ini adalah sedikit bahasa mereka yang memang sangat jauh berbeda dengan bahasa arab yang menjadi bahasa sehari-hari masyarakat Mesir. Tetapi, hampir semua orang Nubian juga mampu berbahasa arab, berbeda dengan orang mesir yang belum tentu mampu berbahasa Nubi.

Kami menggunakan dua perahu karena jumlah rombongan yang lumayan banyak, sekitar 40 orang. Saat kami melewati arus sungai yang cukup deras, mesin kapal tidak mampu melawan arus sungai hingga akhirnya harus meminta bantuan kapal lain untuk mendorongnya. Arus sungai di Aswan memang tergolong sangat deras dan sangat membahayakan untuk orang berenang.

Sampai di perkampungan Nubian, kami disambut oleh penduduk desa dengan sangat ramah. Memasuki rumah kami langsung dibuatkan teh dan tuan rumah memanggil salah satu orang kampung untuk bermain musik bersama kami, musik ala Nubian dengan memakai rebana tradisional. Kami berjoget dan tertawa bersama dalam aliran nada yang dibawakan oleh sang penyanyi yang berkulit gelap.

Capek bernyanyi dan menari, tuan rumah memperlihatkan kami dengan hewan peliharaannya, buaya. Mereka juga menjelaskan kalau di Sungai Nil di kawasan Aswan yang berdekatan dengan Abu Simbel masih banyak sekali buaya liar dan itu dilindungi oleh pemerintah Mesir. Buaya yang mereka pelihara adalah salah satu buaya yang diambil dari sana, namun ketika umurnya nanti sudah mencukupi, pemerintah Mesir akan mengambil buaya itu kembali dan melepasnya di alam bebas di Sungai Nil Aswan.

Tuan rumah juga menyediakan jasa tato dengan khas gambar-gambar dari tulisan herogliph. Satu kali tato membayar 15 pound Mesir. Banyak teman-teman dari Rusia yang mentato lengannya sebagai kenang-kenangan.

Pulau Nubian memang menjadi salah satu tujuan wisata wajib untuk para turis yang berkunjung ke Aswan. Saking perhatiannya pemerintah Mesir terhadap golongan Nubian, pemerintah mendirikan sebuah museum khusus yang bernama Nubian Museum yang berada di Aswan dan dekat pusat kota. Museum Nubian memuat sisa-sisa sejarah golongan Nubi dan menceritakan proses berkembangnya bangsa Nubi mulai pada masa pemerintahan fir’aun hingga Nubi berada di bawah kekuasaan Islam yang berada di bawah kendali Turki Utsmani.

Sekadar tambahan informasi juga, salah satu permaisuri Fira’un Ramsis II yang bernama Nefertari yang patungnya diabadikan di Abu Simbel juga berasal dari bangsa Nubian.

Ekspedisi menyusuri Sungai Nil menuju ke sebuah pulau yang lumayan jauh dari keramaian memang sangat menyenangkan. Sampai di Hotel Sarah tempat kami menginap yang berada di atas gurun, terlihat banyak sekali lampu dari jauh berkelip dari para golongan Nubian. Semakin malam, pemandangan itu semakin indah. (Bisyri Ichwan)